Rabu, 21 November 2007

Sajak-sajak Izzatul Jannah

Politik
jadi begini,
minyak dan air tidak bisa menyatu
yang ini pasti kau sudah tahu
entah jika kau sedikit dungu

jadi, jangan kau namai
minyak dengan air
minyak adalah minyak
air adalah air

Tetapi aku ingin
menyalakan api dengan air

bolehlah, namai saja
dengan minyak
mungkin ia akan nyala barang sekejap


Ikhwan dan Dunia

Dunia, kata Ikhwan
seperti bagal
yang mati dan
membusuk

Bukan,
lebih mirip apel
yang berbiji

Kau belah dagingnya
lalu mata binarmu
menguak benihnya
Kau tanam dengan peluh,tangis dan darah

Jika ada rizki syahid kelak
tak akan kau was-was sebab ikhwan lain telah menunggu giliran
memetik buahnya dan menguak biji dengan binar matanya
ditanam di ladang yang lain
lalu, sirami pula dengan peluh, tangis dan darah

Jika nanti tiba
hari yang dijanji
aku separuh yakin
kau masih sempat selipkan benih dalam rahim bumi

Ode Malam di Prambanan

datang kepadamu
bersama malam dan rintik hujan
dari rumah derita
bernama jogjakarta

ia tak lagi ramah
berteriak "Lapar!"
mata bengis dan kepedihan

aku cuma haus katanya
ia pun merangkak
merayapi jemariku
membagi sepotong biskuit
untuk dua puluh tangan yang tengadah

aku menangis darah


Rindu Padamu

Kitalah yang membuka huma
menanam segala
bunga bernama derita
menanam segala tunas
bernama nelangsa

dengarlah suara radio yang serak
dan redam
"para pengungsi terpaksa makan batu kali"

Oh. Aku melihatmu
di sisi kiriku. menyanyikan lagu kepedihan
dan puisi kemarahan

marah padaku?
Tidak. Pada-Mu



Cinta

Aku selalu berdebat denganmu tentang itu. Ia tidak terdefinisikan katamu. Ia bisa dilihat, diraba, diperkirakan, dinamai, diukur, kataku. Tidak katamu. Iya kataku. Lalu kau begitu saja menggelarku di padangmu, seperti peta. Ini bukan peta buta desahku. Iya, bisikmu.
Ini cinta
Itu cinta
Ini cinta
Itu juga
Biar kutanam cinta disini, katamu. Jangan, disini saja, ini juga tempat cinta bersemayam. Kutunjuk hatiku.

5.44 Ahad, 11 Juni 2006

A garden of heart

A Garden of Heart

Mas Banu sayang,
Apa yang terlintas di pikiranmu jika kusebut angka 12? Ia adalah angka yang nyaris menuju angka 13 yang sering disebut ‘sial’ itu bukan? Kau pasti ingat film Friday the Thirteen, film horror setiap hari jum’at itu, ilusi rasa takut yang diciptakan Hollywood dan di kapitalisasi ke seluruh dunia, lalu demi mencicipi rasa takut itu kita membayar mahal, ratusan ribu. Hmm, jadi apakah angka 12 adalah satu tahap sebelum rasa takut? Haha. Aku tentu saja tidak percaya semua itu sayangku, sebab rasa takut, cinta, bahagia, kecewa, sedih, duka, lara, marah, jijik semua ternyata berasal dari kita sendiri. Ada semacam efek kimiawi yang kita ciptakan dari pengalaman hidup kita, dari kehidupan masa kecil kita, dari respon-respon orang-orang terdekat kita terhadap perilaku kita, lalu itu menjadikan kita memiliki karakter tertentu, kepribadian tertentu, yang unik, satu-satunya, yang berbeda sama sekali walaupun dengan saudara kembar kita, sebab kita tidak mungkin menciptakan pengalaman yang sama dan sebangun bukan? Lalu, apakah karena pandangan ini, Intan termasuk penganut psikologi humanis eksistensialis sebagaimana Carl Rogers, Rosseau, Erich Fromm, atau Jean Paul Sartre, what ever-lah.., aku ini lebih banyak multi approach-nya, daripada single approach. Atau teman-teman penggemar ilmu sosial mengatakan pendekatan eklektik. Pasti kau bilang ”Dasar, bunglon!” Hehe.. mungkin bisa dikatakan dengan cara lebih positif, aku ini orang yang adaptif, haha.
Jadi, begitulah masku sayang..
Pada tahun ke-12 perkawinan kita ini, justru bukan rasa takut yang tercipta, tetapi rasa cinta yang kita ciptakan. Kau perhatikankah bedanya? Kubilang rasa takut itu tercipta, jadi itu berarti tanggungjawabnya bukan pada kita, it’s blooming automatically because our past experience, tetapi kita bisa melawannya dengan menciptakan cinta. Indah bukan? Menciptakan, kata Ibnu Rusyd, berarti menggabungkan materi dengan bentuknya, atau mengaktuliasikan potensi menjadi aktus, lalu kita bertanggungjawab terhadap penciptaannya (yang terakhir ini tambahanku).Tanggungjawab berarti pula mengambil seluruh peran untuk memeliharanya, menumbuhkannya, mengembangkannya, memupuknya, sehingga ia akan terus mengada dalam aktusnya. Penciptaan bukan berasal dari ketiadaan, is not creatio ex nihilo, ia berasal dari sesuatu yang ada, dan terus-menerus ada. Jadi sesungguhnya menciptakan ”cinta” berarti mengadakan DIA, yang terus-menerus ada.
Rasa takut terhadap apakah yang kadang tercipta di usia perkawinan ke 12, mas sayang? Rasa takut bosan, rasa takut kehilangan, rasa takut tak mampu memenuhi kebutuhan pasangan, dan sebagainya-dan sebagainya. Tetapi karena kita adalah manusia, that have a goodness of humanature, Kata Rosseau , Laqad khalaqnal insana fii ahsani taqwim, kata Qur’an. So, we would create love!, kata Fromm. “I Would!” itu kataku.
Dari mana kita menciptakannya, mas? Dari sini, dari tempat kita menumbuhkan dan mengembangkan kepribadian kita, terus-menerus, tempat itu bernama ”taman hati”, a garden of heart.
Di usia perkawinan kita yang ke 12 ini, di usiaku yang ke 35 tahun ini, di semester terakhirku mengerjakan tesis ini, aku semakin mengerti mengapa aku mencintaimu, Sebab aku menciptakannya di dalam taman hatiku, menciptakan cinta untukmu. Maukah kau juga menciptakannya terus-menerus untukku?

Cinta Padamu

Tulisan ini telah dimuat di buku : Rumah Penuh Cinta, bersama Afifah Afra dan Muthi Masfufah

Kamis, 15 November 2007

Tawa Para Guru Terbaik

Teacher Quality Improvement
Sebuah program dari TITIAN MASA DEPAN Foundation, yang bekerjasama dengan Reach Out To Asia Foundation (ROTA) dan QATAR Foundation, yang mengabdikan diri pada peningkatan kualitas guru di Indonesia.
Saya berada di dalamnya, bekerja bersama-sama dengan orang-orang terbaik dari fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada: Prof. Djamaludin Ancok, Ph.D, Neila Ramdhani M.Ed.M.Si., Mustaqfirin, Psi.M.Si, Adi Cilik, S.Psi. M.Si, dll
Mereka para profesional yang berdedikasi tinggi..
Learn a lot from them..